Selain harganya murah dan ‘mas-mas’
pedagangnya berkumis, mie ayamnya emang enak pisan lah. Aromanya syahdu,
kuahnya bak madu, mienya selembut salju, sawi hijaunya satu-satu, bawangnya
bisa buat sendu, kecapnya hitam padu, pangsitnya kriuk-kriaku (akhirnya
menemukan diksi ‘u’ yang nyeleneh kampretnya). Benar-benar mantap.
Tapi yang buat saya paling penasaran adalah apa sih yang membuat mie ayamnya enak? Secara delusi, saya mulai bertanya-tanya juga berhipotesis. Apa karena ‘mas-mas’ nya berkumis? Ngga juga sih, buktinya tukang tambal ban di dekat rumah saya berkumis tapi bannya ngga enak. Apa karena bahan mie nya berasal dari Warung Ichiraku Naruto yang dikirim melalui lintas dimensi maya ke nyata dengan distorsi rotasi silinder sebagai antitesis teori dimensi paradox yang juga melawan Hukum Fisika Kuantum Everett-Wheeler ? Ngga bener kalo yang ini, ngawur. Atau karena seorang Ibe adalah sesosok manusia tampan tujuh turunan, tujuh kuadrat, tujuah benua, tujuh bilangan prima pertama, tujuh keajaiban dunia? Alasan terakhir irasional tapi, hmm… kalian mesti percaya bahwa ini fakta yang tidak bisa diganggu gugat. Oke jangan muntah.
Tapi yang buat saya paling penasaran adalah apa sih yang membuat mie ayamnya enak? Secara delusi, saya mulai bertanya-tanya juga berhipotesis. Apa karena ‘mas-mas’ nya berkumis? Ngga juga sih, buktinya tukang tambal ban di dekat rumah saya berkumis tapi bannya ngga enak. Apa karena bahan mie nya berasal dari Warung Ichiraku Naruto yang dikirim melalui lintas dimensi maya ke nyata dengan distorsi rotasi silinder sebagai antitesis teori dimensi paradox yang juga melawan Hukum Fisika Kuantum Everett-Wheeler ? Ngga bener kalo yang ini, ngawur. Atau karena seorang Ibe adalah sesosok manusia tampan tujuh turunan, tujuh kuadrat, tujuah benua, tujuh bilangan prima pertama, tujuh keajaiban dunia? Alasan terakhir irasional tapi, hmm… kalian mesti percaya bahwa ini fakta yang tidak bisa diganggu gugat. Oke jangan muntah.
Setelah berkelit dengan berbagai
hipotesis delusional akhirnya saya menemukan satu alasan yang lebih rasional
dibanding ‘mas-mas’ yang berkumis atau juga si Ibe yang tampannya minta ampyun
itu; ini soal kombinasi. Kombinasi sering dikaitkan dalam elemen-elemen yang
matematis. Tentunya kita masih ingat tentang materi permutasi dan kombinasi pas
SMA bukan? Maksud saya masih ingat judul bab tersebut? Ya hanya judul, sekali
lagi hanya judul. Bab tersebut mengartikan kombinasi sebagai banyaknya cara
memilih anggota dalam jumlah tertentu dari dari anggota-anggota suatu himpunan.
Tentu, pada kali ini pembahasan kombinasi tidak saya kaitkan dalam hal tadi
yang barangkali sudah lupa juga materinya kayak gimana, hehe. Oke, kita akan
membahas kombinasi dalam aspek lain non matematis.
Menurut saya, kombinasi adalah
bagaimana cara mengakumulasikan berbagai hal atau elemen ke dalam sebuah wadah guna menghasilkan sebuah nilai yang mana bisa jadi
baik juga bisa jadi buruk. Baik dan buruknya nilai ini ditentukan dengan kecocokan serta keintiman berbagai hal yang sudah dicampurkan tadi. Menjadi baik ketika sesuai dengan proporsi. Maksudnya adalah tidak
menghilangan hal satu dengan hal yang lainnya juga tidak mencondongkan hal
lainnya dengan hal yang satu. Dalam situasi ini, lagi-lagi mesti sesuai
proporsi.
Mie ayam yang saya makan tadi adalah
contoh konkrit nan ajaib dari kombinasi yang pas, berbagai macam bumbu dalam
kaitannya ‘makanan’ bisa dicampur-adukan ke dalam satu mangkuk
keberagaman berisi pasukan elite yang
siap menggempur lidah dan siap mengocok perut: ada micinnya yang pas, sawinya
yang pas, minyaknya yang pas, mienya yang pas, kecapnya yang pas, ‘mas-mas’nya punya
kumis yang pas. Semuanya pas bersatu padu bukan untuk mengalahkan satu sama
lain namun justru berkombinasi—terakumulasi guna melahirkan sesuatu yang baru,
sesuatu yang lebih baik secara nilai sehingga tercapailah visi dan misi
‘mas-mas’ berkumis tadi untuk menjadikan mie ayamnya enak macam melihat Ibe
tersenyum simpul di bawah bulan purnama hari ke dua belas—oke yang ini antara
enak dan enek.
Cikal bakalnya kombinasi adalah
sebuah perbedaan, lebih tepatnya kumpulan perbedaan yang memiliki karakteristik
atau sifat. Micin dengan sifat asinnya, kecap dengan sifat manisnya,
atau pun kumis ‘mas-mas’ dengan sifat elegannya (ada apa dengan kumis?
Sepertinya saya ingin mengadopsinya, gunting mana gunting?). Semuanya memiliki
sifat maupun karakteristik yang berbeda, yang satu memiliki keunggulan dalam
segi asin juga memiliki kekurangan dalam segi manis.Yang satu memiliki
keunggulan dalam segi manis juga memiliki kekurangan dalam segi asin. Perpaduan
khas ini menghasilkan suatu rasa yang tidak diduga menjadikan lidah ingin
mencoba lagi di waktu yang berbeda.
Dalam berbagai lini kehidupan konstelasi
wadah dari kombinasi bisa bermacam-macam tidak hanya mangkuk bergambar ayam
yang menampung pasukan elite tadi. Bisa
jadi wadahnya jauh lebih komunal dan jauh lebih luas. Seperti organisasi, tim
startup atau bisnis maupun lingkungan administratif seperti bagian sekolah.
Dan pertanyaanya adalah dalam porsi
apakah 'saya' akan berperan di dalam wadah tersebut? Memadukan satu irama langkah
dengan irama langkah yang lain. Dan dalam posisi apakah 'saya' akan bermanfaat
juga berguna? Mengkombinasikan superioritas yang satu dengan superioritas yang
lain hingga nantinya menjadi peran yang integral di tiap sisi-sisinya. Dan sudah
siapkah ‘saya’ untuk membuat mie ayam yang syahdu
nan menggoda itu melalui mangkuk forum independen kepemudaan bernama FIM?
Membentuk suatu kolase nan indah dan eksentrik? Hmm… sepertinya menarik.
Ibnu Dharma Nugraha
Peserta Forum Indonesia Muda 20
Penikmat Mie Ayam Putra Solo
samping Gerbang Veteran Universitas Brawijaya
0 komentar:
Posting Komentar