Tulisan
kali ini sebenernya ngga penting-penting amat, ya apalagi kalo bukan ngebahas
diri saya sendiri, lebih tepatnya bio terbaru line saya, yeah akhirnya punya
bio -_-“ ya ngga penting kan? Wkwk. oke tulisan ini murni tulisan untuk diri
saya sendiri, dan mungkin untuk beberapa orang yang memiliki pemahaman yang
sama seperti saya. Semasa kecil lebih tepatnya ketika SD saya selalu
mendefinisikan belajar itu ialah sebuah proses transfer ilmu di dalam kelas,
dari seorang guru kepada siswa-siswi nya, adapun ketika libur telah tiba, kata
belajar selalu masuk dalam pengumuman di Toa sekolah, kira-kira gini bunyinya “Anak-anak
besok libur, jangan lupa belajar di rumah ya” jelas kata belajar disini
diartikan sebagai sebuah pergantian tempat transfer ilmu yang tadinya ada di
sekolah di pindah ke rumah, selalu seperti itu. Namun seiring bertambahnya usia,
kata belajar pun mulai mengalami peluasan makna, yang tadinya hanya berupa
membaca buku, mengerjakan PR atau berfikir kini berubah menjadi lebih luas
lagi. Menurut Thursan Hakim “belajar
adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan
tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan” kalo ditarik benang
merahnya belajar itu adalah sebuah proses untuk membentuk pribadi yang lebih
baik lagi, dari segala aspek, bukan hanya aspek kognitif aja, tapi juga afektif
dan juga psikomotoriknya.
Seorang
Pembelajar, dari dua kata ini sebenernya bisa langsung di simpulin sih bahwa
sang penulis ini lagi belajar, nah loh bukannya setiap orang itu belajar? Emangnya
lo aja be? Eh, be itu apaan? Yaps betul,
dibilang saya lagi pencitraan aja wkwk, hmm, sebenernya dari dua kata itu saya
berharap bisa menjadi pengingat bagi
saya untuk terus belajar, apapun itu, dimanapun itu dan dengan siapapun itu. sering
mungkin kita atau saya merasa diri hebat dalam bidang tertentu, kemudian kita
berubah meenjadi anti kritik, menyombongkan diri kepada siapapun yang hendak
bertanya kepada kita, enggan berdiskusi karena dirasa sudah berada pada level
naga dan ga perlu diskusi lagi katanya. Hayo? Sejujurnya saya pernah berada
posisi yang sok hebat itu, dan mungkin sampai sekarang. (oke sedang berbenah,
bukan benah rumah, eh bedah -__-), terus apa hubungannya be sama belajar? Orang-orang
yang demikian sepertinya lupa belajar untuk mendengar, mendengar teman-teman
disekitarnya, diajak diskusi dikira ingin pamer unjuk gigi, ada yang kritik dibilang tidak menghargai padahal siapa tau dari
kritikan tersebut adalah tangga awal untuk menjadi lebih baik lagi, saya pernah
berada pada posisi itu seolah menjadi paling benar dan tutup telinga mulut terbuka terhadap
saran yang ada. Pernah suatu ketika saya berdiskusi dengan teman saya tentang
sebuah kegiatan dalam suatu organisasi, disetiap kalimat yang teman saya
sarankan kadang saya potong karena pada saat itu saya merasa yang paling benar
dan rasional, adapun ketika saya terdiam sebenarnya dalam hati saya sedang menunggu
untuk kemudian berpendapat dan membantah argumennya, yang saya akui ketika itu
adalah apabila argument saya yang dipakai maka saya yang menang, maka
kegiatannya akan sukses, saya lupa belajar untuk mendengar, padahal untuk
menjadi pembicara yang baik terlebih dahulu harus bisa menjadi pendengar yang
baik bukan? Ayo belajar untuk mendengar, karena sebenernya orang itu lebih suka
loh untuk didengar pendapatnya :)
Yang ini
yang cukup penting adalah belajar untuk menilai dan memahami. kadangkali dan mungkin masih
sering seseorang mendeskripsikan orang lainnya hanya berdasar kegiatan-kegiatan
kecil, seperti menilai dari kegiatannya di social media atau mungkin menilai
dari panjang, cepatnya balas chat di facebook?? Hmm, saya pernah kaya gitu,
wkwk -_- lalu kita kategorikan orang tersebut adalah orang yang cuek, yang
enggan di ganggu, padahal siapa tau nih dia lagi main sama temen-temennya, atau
mungkin sedang membantu orang tua? Pernah juga suatu ketika saya sedang
memimpin sebuah rapat kemudian ada anggota yang tidak hadir, tanpa alasan,
kemudian dalam benak saya pikir dia malas untuk rapat, padahal setelah di
konfirmasi ternyata sedang tidak enak badan, dan sedang tidak membuka hape, itu
semua karena saya terlalu mudah menilai seseorang hanya dalam satu kejadian,
tanpa memikirkan kejadian-kejadian yang lain yang saya tidak ketahui. Padahal seharusnya
saya tabayyunkan dulu, konfirmasi dulu sebelum membuat dugaan-dugaan yang ga
semestinya ada.
Karena sejatinya
kita ditakdirkan untuk menjadi pembelajar di kehidupan ini, semua
detik yang kita lalui merupakan pembelajaran, bukannya sebagian dari kita
sering berkata “pasti ada hikmah dibalik kejadian ini” tanpa disadari kita
sedang mencari pembelajaran atas sebuah kejadian. Dan pada akhirnya yang yang terbaik
adalah orang yang mau diperbaiki, orang yang bisa belajar atas sebuah kejadian,
berbenah dan menjadi lebih baik lagi, jangan pernah merasa pintar dan mari
belajar untuk menjadi seorang pembelajar :)
Saya membagi dunia menjadi dua: pembelajar
dan bukan pembelajar. Ada orang-orang yang belajar, yang terbuka dengan
kejadian di sekelilingnya, yang mendengar, yang mendengarkan saran-saran. Bila
mereka melakukan sesuatu yang bodoh, mereka tidak akan melakukannya lagi. Dan
bila mereka melakukan sesuatu yang agak berhasil, mereka bahkan akan
melakukannya lebih
baik dan lebih keras selanjutnya. Pertanyaan yang harus diajukan bukanlah
apakah anda sukses atau gagal, tapi apakah anda pembelajar atau bukan-pembelajar? -Benjamin Barber-
(tulisan ini dibuat karena penulis juga sedang belajar
untuk menulis)